10 Muharram, dikenal juga sebagai Hari Asyura, memiliki tempat istimewa dalam kalender Hijriyah umat Islam. Pada 10 Muharram berbagai peristiwa penting terjadi dalam sejarah Islam, yang memberi makna mendalam bagi umat Muslim. Di Indonesia, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional turut merayakan dan memaknai hari ini dengan berbagai kegiatan yang menekankan pada penguatan iman, pendidikan, dan pengabdian sosial.

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk syukur atas nikmat dan rahmat Allah.[1] Hari Asyura juga dikenang karena tragedi Karbala yang terjadi pada tahun 61 Hijriyah, di mana Imam Husain, cucu Rasulullah, gugur bersama keluarganya di Padang Karbala. Peristiwa ini menjadi refleksi dan peringatan bagi umat Muslim. Selain peristiwa-peristiwa tersebut, bulan Muharram juga menyaksikan beberapa kejadian penting lainnya dalam sejarah Islam. Salah satunya adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yang menandai dimulainya kalender Hijriyah. Peristiwa lainnya adalah ditetapkannya Bulan Muharram sebagai salah satu dari empat bulan haram, yang dijelaskan dalam Al-Quran sebagai bulan-bulan yang dihormati dan di dalamnya dilarang melakukan peperangan.[2]

Keterlibatan pondok pesantren dalam memperingati 10 Muharram mencerminkan upaya kuat dalam melestarikan tradisi Islam dan menyebarkan nilai-nilai keagamaan di tengah masyarakat. Melalui serangkaian kegiatan seperti ceramah, diskusi ilmiah, dan ritus ibadah, para santri tidak hanya diingatkan akan sejarah penting dalam Islam tetapi juga didorong untuk meneladani nilai-nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya. Tradisi ini juga menjadi kesempatan bagi pesantren untuk memperkuat jaringan sosial dan keagamaannya, menjalin hubungan yang lebih erat dengan masyarakat sekitar, dan mempertegas perannya sebagai pusat pendidikan dan dakwah.

Pondok pesantren di Indonesia memiliki tradisi yang khas dalam memperingati 10 Muharram. Salah satu tradisi utama adalah puasa Asyura, di mana santri di berbagai pondok pesantren menjalankan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Puasa ini dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan diyakini dapat menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu.[3] Selain itu, pondok pesantren sering mengadakan pengajian khusus dan tahlilan untuk memperingati Hari Asyura. Acara ini menjadi momen bagi santri untuk memperdalam ilmu agama dan mengenang perjuangan para nabi dan ulama. Kegiatan lain yang lazim dilakukan adalah amalan dan sedekah. Banyak pondok pesantren mengadakan kegiatan sosial seperti memberikan sedekah atau menyantuni anak yatim pada hari ini, berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa memperbanyak sedekah pada hari Asyura akan diberkahi.[4] Selain itu, beberapa pesantren mengadakan pementasan drama yang menggambarkan peristiwa Karbala. Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi santri tentang sejarah dan menanamkan nilai-nilai keberanian dan pengorbanan.

Peringatan 10 Muharram di pondok pesantren bukan sekadar seremonial, tetapi memiliki makna

mendalam yang relevan dengan tujuan pendidikan pesantren. Memahami peristiwa yang terjadi pada 10 Muharram mengajarkan santri tentang pentingnya keteguhan iman dan keberanian dalam menghadapi cobaan. Selain itu, kegiatan sosial seperti sedekah dan santunan mengajarkan santri untuk peduli terhadap sesama, menguatkan rasa solidaritas dalam komunitas. Dengan memperbanyak ibadah seperti puasa dan doa, santri diharapkan dapat meningkatkan kedekatan mereka dengan Allah SWT dan menguatkan spiritualitas. Peringatan 10 Muharram di pondok pesantren Indonesia merupakan perpaduan antara tradisi religius dan edukasi sejarah. Melalui berbagai kegiatan yang dilakukan, santri tidak hanya memperingati peristiwa penting dalam sejarah Islam, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keimanan, solidaritas, dan keteguhan hati. Peringatan 10 Muharram setiap tahunnya diharapkan dapat semakin memperkuat karakter dan spiritualitas santri di seluruh Indonesia. (admin)

[1]Rasululloh Bersabda: وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ Artinya: "Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu." (HR Bukhari [4/214, 215] dan Muslim [1130,128])

[2] Q.S. At Taubah: (9:36)

[3] Rasululloh Bersabda: صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُArtinya: Puasa ‘Asyura aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu. (HR.Muslim: 1162)

[4] Rasululloh Bersabda: من وسع على عياله في يوم عاشوراء وسع الله عليه في سنته كلها Artinya: “Orang yang melapangkan keluarganya pada hari Asyura’, maka Allah akan melapangkan hidupnya pada tahun tersebut,” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi). Melapangkan keluarga di sini bermaksud mencukupi kebutuhan hidup keluarga, yaitu kebutuhan makanan ataupun kebutuhan lain. Dalam hadits di atas dijanjikan bagi orang yang mencukupi kebutuhan keluarganya, kebutuhan hidupnya akan dilapangkan setahun.

Rekomendasi Opini