Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia memiliki keunikan dalam sistem pendidikannya. Salah satu aspek fundamental yang membedakan pesantren dari lembaga pendidikan lainnya adalah konsep pengasuhan yang menjadi inti dari proses pendidikan di dalamnya. Pengasuhan dalam konteks pesantren bukan sekadar pengawasan terhadap santri, melainkan sebuah proses komprehensif yang mencakup pembentukan karakter, penguatan spiritual, dan pengembangan potensi santri secara holistik.

Pengasuhan dalam pesantren dapat didefinisikan sebagai kepemimpinan Kiai yang ditunjukkan melalui keteladanan dan pembiasaan positif dalam interaksi (ri`ayah) para pendidik, musyrif/musyrifah, dan tenaga kependidikan dengan santri. Interaksi ini bertujuan mendukung perkembangan fisik, sosial, emosional, dan spiritual santri secara menyeluruh, tidak hanya berfokus pada kemampuan intelektual-akademik.

Pengasuhan di pesantren dibangun di atas fondasi nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman dalam setiap interaksi pendidik dengan santri. Nilai-nilai dasar ini tidak hanya diajarkan secara teoritis tetapi diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari pesantren.

1. Al-Akhlaq Al-Karimah (Akhlak yang Baik)

Akhlak mulia merupakan tujuan utama pendidikan pesantren. Dalam konteks pengasuhan, al-akhlāq al-karīmah menjadi nilai yang mendasari seluruh proses interaksi di pesantren. Pengasuh tidak hanya mengajarkan tentang akhlak, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Uswah Ḥasanah (Keteladanan yang Baik)

Keteladanan merupakan metode pendidikan yang sangat efektif dalam pesantren. Kiai, ustadz, dan para pengasuh menjadi model yang diteladani oleh para santri dalam berbagai aspek kehidupan.

3. Raḥmah (Kasih Sayang)

Pengasuhan di pesantren dilandasi oleh kasih sayang yang tulus dari para pengasuh kepada santri. Nilai rahmah menjadi sangat penting untuk membangun hubungan yang hangat dan suportif antara pengasuh dan santri.

4. Ḥikmah (Kebijaksanaan)

Kebijaksanaan dalam pengasuhan berkaitan dengan kemampuan pengasuh untuk memberikan bimbingan dengan mempertimbangkan kondisi, kebutuhan, dan kapasitas santri. Hikmah juga bermakna kemampuan untuk mengambil keputusan terbaik dalam situasi yang kompleks.

5. Khidmah (Pelayanan)

Nilai khidmah menekankan pentingnya semangat melayani dalam proses pengasuhan. Para pengasuh memposisikan diri bukan sebagai otoritas yang dominan, melainkan sebagai pelayan yang memfasilitasi perkembangan santri.

Keberhasilan pengasuhan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam proses tersebut. Para pengasuh harus memiliki kompetensi ilmu agama yang mumpuni, kedewasaan usia dan mental, kemampuan menerapkan pola asuh yang tepat, serta integritas yang tinggi.

UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren memberikan landasan hukum yang kuat bagi praktik pengasuhan di pesantren. UU ini mengakui kekhasan pesantren, termasuk di dalamnya sistem pengasuhan yang menjadi ciri khas pendidikan pesantren.

Dalam menghadapi tantangan zaman, pesantren terus mengembangkan praktik pengasuhan dengan mengintegrasikan teknologi, menerapkan pendekatan yang responsif gender, dan mengadopsi perspektif multidisiplin. Dengan demikian, pengasuhan di pesantren tetap relevan dan efektif dalam membentuk generasi santri yang memiliki keunggulan intelektual, spiritual, dan sosial.

Pengasuhan dalam pesantren bukan sekadar metode pendidikan, melainkan manifestasi dari filosofi pendidikan Islam yang holistik. Melalui pengasuhan yang efektif, pesantren terus berkontribusi dalam pembentukan generasi yang tidak hanya unggul dalam keilmuan tetapi juga memiliki karakter yang kokoh dan kepedulian sosial yang tinggi.

Rekomendasi Opini